Tersangka kasus dugaan korupsi BTS 4G, Achsanul Qosasi, kembali menyerahkan uang kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Jumlahnya mencapai US619.000 atau sekitar Rp9,585 miliar. Dengan demikian, total uang yang diserahkan mencapai US$2,64 juta atau setara Rp40 miliar, nilai yang sama yang diterimanya dari pengusaha pemenang tender proyek tersebut.
Uang tersebut diterimanya dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy kala itu, Irwan Hermawan, melalui orang kepercayaannya, Windi Purnama, di sebuah hotel di Jakarta, 19 Juli 2022. Duit diterima Achsanul via perantara bernama Sadikin Rusli.
"Kami telah berhasil mengupayakan penyerahan kembali sejumlah uang sebesar US$619.000 dari tersangka AQ. Sehingga, total penyerahan uang tersebut senilai US$2.640.000 atau setara dengan Rp40 miliar," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya pada Selasa (21/11).
Penyerahan uang tersebut diduga untuk mengondisikan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas megaproyek BTS 4G oleh BAKTI Kominfo. Sebelum dinonaktifkan, Achsanul adalah anggota III BPK, di mana Kominfo menjadi salah satu objek tugas dan wewenangnya.
"Berdasarkan hasil penyidikan, dapat dipastikan penyerahan uang dimaksud untuk mengondisikan audit BPK terhadap proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G," jelas Ketut.
Atas perbuatannya, Achsanul dijerat Pasal 12 b, Pasal 12 e, atau Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atau Pasal 5 ayat (1) UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ia pun kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Pengusutan berlanjut
Ketut menegaskan, Kejagung takkan menyetop kasus ini sekalipun Achsanul telah mengembalikan seluruh kerugian negara yang diterimanya. "Penyerahan uang tersebut tidak menghentikan penanganan perkara."
Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Ismail Rumadan, sependapat dengan Kejagung. Sebab, pengembalian uang itu membuktikan terjadinya tindak pidana.
"Tindakan semacam ini (pengembalian kerugian negara, red) semakin mempertegas bukti bahwa adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh yang bersangkutan," jelasnya kepada Alinea.id, Rabu (22/11).
"Tindakan pengembalian ini sama sekali tidak menggugurkan tindak pidananya. Proses penegakan hukumnya tetap berjalan karena tindak pidananya telah terjadi," imbuh dia.
Ismail menerangkan, melanjutkan perkara itu sesuai mandat Pasal 4 UU Tipikor. Isinya," Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3."
"Dalam hal ini jika pelaku tindak pidana korupsi telah memenuhi unsur-unsur sebagaimna dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, maka pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut," tuturnya.
Di sisi lain, Ismail meyakini Achsanul tidak bekerja sendirian dalam kasus ini. Pangkalnya, apabila merujuk beberapa perkara korupsi yang melibatkan oknum BPK, selama ada beberapa auditor yang terlibat.
Ketua Umum Pemuda Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) itu pun mendorong Kejagung terus melakukan pengusutan terhadap semua pihak yang terlibat. "Sebab, tindak pidana korupsi seperti ini biasanya pelakunya tidak tunggal, pasti melibatkan pihak lain."
Sejauh ini, ada beberapa pegawai BPK yang telah dipanggil sebagai saksi kasus BTS 4G oleh Kejagung. Mulanya, memeriksa Kepala Auditorat III BPK, E Priyonggo Sumbodo (EPS) pada 6 dan 7 November 2023.
Kemarin, Kejagung memeriksa Kepala Auditorat IIIC BPK, IPS; Kasub Auditorat IIIC.1 BPK, JH; dan auditor BPK, BBT. Lalu, 3 orang lain dari BPK yang dipanggil hari ini, yakni CMS, DJBM, dan ZAA.
Sementara itu, Kejagung telah menyita beberapa aset Achsanul. Sertifikat tanah SHM seluas 5.494 m2 di Desa Cilember, Kabupaten Bogor, dan sertifikat tanah seluas 292 m2 di Kelurahan Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, misalnya.
Lalu, 2 lembar surat deposito dari bank BUMN masing-masing senilai Rp500 juta dan 2 tabungan bank BUMN dan satu eksemplar polis asuransi dengan premi dasar US$30.000 dan uang pertanggungan US$1.875. Pun uang tunai dengan perincian €17.960, £1.170, S$3.705, US$200, ¥8.000, ₽6.000, Dhs540, SR500, dan Rp56,5 juta.